Selamat datang di Novi's Blog, blog ini hanya berisi curhatan saja, tempat meluapkan isi hatiku. Salam kenal dariku, semoga hidup kalian bahagia ya... Makasih loh udah mampir hahaha

09/02/18

#Cerpen 2 : Melepasmu

Kami sudah menjalin hubungan hampir 6 tahun. Bertahan selama itu tidaklah mudah. Banyak kenangan yang tercipta dan cita-cita kemana hubungan ini akan dibawa. Bukankah setiap pasangan menginginkan pernikahan? Menjadi pasangan yang bahagia dan saling memiliki secara utuh. Tapi, takdir Tuhan berkata lain, Niko bukan untukku.

Aku mengenalnya saat ospek kuliah. Dia salah satu panitia ospek sekaligus seniorku. Awalnya chattingan mengenai ospek, namun lama-kelamaan kami semakin dekat. Membahas apapun agar chattingan tidak cepat berakhir. Hanya butuh waktu 2 bulan PDKT, akhirnya kami menjalin hubungan lebih dari sekedar teman.

Niko adalah mahasiswa hukum, sedangkan aku mahasiswi akuntansi. Hampir setiap hari bercerita apa saja kegiatan yang dilakukan, bagaimana suasana kelas, teman atau dosen yang mengajar. Jika kami memiliki waktu istirahat yang sama, kami bertemu di kantin untuk sekedar makan sambil bercerita. Awal pacaran semua terasa indah. Menginjak 1 tahun pacaran, masalah mulai bermunculan. Tapi, aku dan Niko selalu bisa mengatasinya. Kami selalu terbuka dan sudah memahami bagaimana karakter masing-masing. Dimataku, Niko adalah pria yang dewasa, pintar, romantis, baik dan lembut.

Aku ingat waktu masih pacaran, Niko suka tiba-tiba memberi surprise untukku. Sederhana, tapi aku selalu suka. Dia tahu apapun yang aku suka, termasuk makanan favoritku. Pernah suatu malam seorang bapak-bapak datang ke rumah dan memberiku roti bakar. Aku bingung, tapi bapak itu memaksaku untuk menerima, dia bilang ada seorang laki-laki yang menyuruhnya untuk mengirim roti bakar itu. Aku pun menerimanya dan kembali masuk ke rumah. HPku berbunyi, notif chat masuk.
“Udah datang roti bakarnya? Makan ya sayang.”
“Ya ampun Niko. Hahaha. Makasih ya sayang, kenapa sih ga langsung ke rumah aja?” aku membalas, sambil tersenyum malu. Ah dia memang pria yang selalu membuat aku jatuh cinta.
“Besok ya. Abisin loh roti bakarnya.”
“Siap, sayang. I love you”
“Love you too”
---
2 tahun kemudian Niko lulus kuliah dan bekerja di perusahaan Swasta. Hubungan kami masih baik-baik saja. Walaupun dia lebih sibuk dibandingkan waktu kuliah dulu. Aku memakluminya. Lagipula hampir setiap minggu dia meluangkan waktu untuk bertemu denganku.
---
Waktu berputar begitu cepat. 2 tahun kemudian, akhirnya aku meraih gelar sarjana. Aku juga sudah diterima kerja di salah satu perusahaan BUMN. Aku dan Niko makin sulit untuk bertemu, karena kesibukan masing masing. Chattingan juga jarang, paling hanya pagi atau malam hari. Itu pun cuma sekedar menanyakan sudah pulang, makan atau menyuruh untuk istrirahat. Itu bukan suatu masalah bagi kami. Karena, aku dan Niko masih bisa bertemu walaupun hanya 2 minggu sekali atau bahkan sebulan sekali. Biar rindu itu memuncak dan lepas ketika kami bertemu.

Aku dan Niko sudah dewasa. Hubungan ini bukan sekedar untuk menghabiskan waktu dengan chattingan tak penting seperti dulu.
---
Malam itu, Hpku berdering. Kulihat layar HP, panggilan masuk dari Niko. Mataku sebenarnya sudah sangat mengantuk, tapi karena Niko yang menelpon tiba-tiba saja rasa kantuk itu hilang. Aku sangat senang dia menelponku.

“Hallo sayang. Lagi apa?” Ucap niko.
“Hai sayang. Baru aja aku mau tidur, tapi karena kamu nelpon tiba-tiba kantukku hilang.” Ucapku sambil tertawa.
“Hahaha. kamu kangen aku ga yang?”
“Kangen lah, sayang. Pengen ketemu!!!” Ucapku manja
“Besok kamu libur kan? Besok malam aku jemput ya.”
“Iya. Mau kemana kita?”
“Kita ke Rooftop ya. Ada hal penting juga yang mau aku bicarakan.” Ucap Niko, serius.
“Ada apa? Hal serius? Kok kamu beda sih.” Ucapku penasaran.
“Besok aja. Yaudah sekarang kamu tidur, jangan lupa berdoa dan mimpiin aku ya. Haha. I love you sayang.”
Aku tak mau membahas hal apa yang akan dibicarakan Niko. Karena kupikir besok juga kami akan bertemu.
“Kamu juga istirahat ya, love you too sayang.” Ku tutup telpon dari Niko.
---
Keesokan harinya, sekitar pukul 08.00 malam, Niko sampai di depan rumah. Aku suruh dia untuk masuk dan nge-teh dulu. Tapi dia menolak dan ingin pergi secepatnya. Aku dan Niko pamit pada ibu, lalu pergi ke Rooftop. Tempat favorit kami.

Sepanjang perjalanan Niko hanya terdiam. Entahlah, aku merasa pertemuan ini sangat berbeda. Ada apa ini? tanyaku dalam hati.

Mobil berhenti di depan lampu merah.
Niko masih terdiam.

“Sayang?” Ucapku, memulai percakapan.
“Iya.” Dia menatapku.
“Ada yang beda. Kok kamu diam aja sih dari tadi. Ga kaya biasanya. Heiii ada apa? Cerita dong! Ada masalah di kantor?” Aku masih menatapnya, heran.
“Engga sayang. Kerjaanku aman. Eh gimana kerjaan kamu di kantor? Kamu suka kerja di sana?” Tanya Niko padaku.
Aku terdiam sejenak lalu tersenyum padanya.
“Kerjaan aku juga aman kok, malah aku betah banget kerja disana.”
Niko hanya tersenyum. Dan aku masih bertanya-tanya kenapa Niko hari ini beda sekali.

Sampai di Rooftop. Niko membukakan pintu mobil untukku. Aku gandeng tangannya selama berjalan. Lalu dia menyeret kursi mempersilakan aku duduk.

“Kamu mau makan apa?” Tanya Niko.
“Kayak biasa aja deh.” Jawabku.
“Oke.” Jawab Niko sambil mengangkat tangan pada pelayan.

Sambil menunggu makanan, kami berdua menatap langit. Malam itu sangat indah. Angin berhembus dengan tenang. Bintang dan bulan mengeluarkan cahayanya. Rooftop adalah tempat makan outdoor yang memiliki pemandangan indah dan semakin romantis pada malam hari karena lampu-lampu kota.

Makanan pun datang. Selama makan, kami hanya bicara sesekali. Aku menatap wajah Niko yang berbeda, seperti ada beban didirinya. Tapi kali ini aku benar-benar tak bisa menebak. Apalagi hubungan kami sedang baik-baik saja.

Selesai makan, Niko mengajakku untuk pindah ke gazebo yang ada di sudut Rooftop. Tempat itu merupakan saksi bisu waktu kami jadian. Aku merasa kalau Niko tidak akan memberiku surprise. Entahlah. Sepertinya benar apa kata Niko, ini hal yang penting.

Kami pun duduk bersampingan.
Niko memegang tanganku.

“Sayang, sekarang waktunya aku bicara. Ini mungkin sedikit menyakitkan.” Ucapnya lirih.
Akhirnya, dia bicara. Aku sungguh penasaran.
“Apa?” Jawab ku.
“Aku akan kembali ke kampung halaman minggu depan, dan ...”
Aku memotong pembicaraannya.
“Kok mendadak banget sih? Berapa hari?”
“Aku ga akan kembali lagi kesini.” Jawabnya sambil menatap mataku.
“Apa? Kamu tau kan, aku ga bisa LDR. Aku …” Nafasku mulai menderu, aku sedikit kesal. Semuanya serba mendadak. Aku benci ini.
“Tapi bukan itu saja yang mau aku sampaikan.” Memotong ucapanku.
“Apa lagi?” Aku pun emosi.
“Setahun belakangan ini ibuku sudah sakit-sakitan, dan dia sudah menjodohkanku dengan wanita lain. Aku dan keluarganya juga sudah merencanakan pernikahan.” Suaranya sangat rendah hampir menangis, tanganku semakin erat digenggamnya.

Niko adalah anak bungsu dari 2 bersaudara, kakaknya sudah menikah tapi belum diberi keturunan. Ayahnya meninggal ketika Niko SMA. Dan perjodohan ini mungkin menjadi permintaan terakhir ibunya. Ibunya telah memilih wanita itu karena memahami adat yang sama.

Mendengar perkataan Niko hatiku hancur. Airmata sudah tak terbendung. Aku tak bisa berkata, lalu menangis. Niko memelukku erat.
Malam itu keindahan berubah menjadi sendu. Semua rasa bercampur jadi satu. Aku tak bisa memaki atau marah pada Niko. Bukankah kita lahir dari rahim seorang ibu? sebagai anak, kita harus patuh pada perintahnya.

“aku sayang banget sama kamu. Tapi aku ga bisa melawan ibu yang sudah melahirkan dan merawatku.”
Aku hanya diam. Niko pun ikut menangis.

Aku tahu menjalin hubungan dengan Niko adalah hal yang mudah, tapi menjalin hubungan dengan keluarganyalah yang sulit. Keluarga Niko sangat menjunjung tinggi adat yang berlaku.

Perlahan aku lepas pelukan Niko, aku tidak marah, hanya kecewa. Bisa-bisanya Niko menjalin hubungan denganku, ketika ia sudah membicarakan pernikahan dengan wanita lain.
Angin malam itu berubah begitu dingin, menusuk hingga ke tulang. Entahlah apa yang sedang ku rasa, semuanya begitu rumit dipahami, seperti mimpi.

“Aku mau kita putus!” Hanya itu yang aku ucapkan pada Niko.
“Maafin aku! Bukannya aku gamau memperjuangkan hubungan kita. Tapi...”
“Cukup Niko! Aku ga mau dengar penjalasanmu lagi. Aku paham, jangan lawan orangtuamu. Ikuti saja apa kata ibumu. Sekarang aku mau pulang!”

Walaupun aku dan Niko sedang bertengkar, Niko tetap mengantarku pulang.
Selama di mobil kami berdua tidak bicara. Malam itu hatiku hancur berkeping-keping. Entahlah, bagaimana dengan hati Niko, aku lihat sekilas wajahnya basah karena airmata yang masih mengalir. Sampai di depan rumah aku langsung keluar dari mobil Niko, tanpa pamit. Aku pergi ke kamar dan menangis sejadi-jadinya. Malam itu adalah hari terburuk bagiku.
---
Hampir satu minggu aku tidak chattingan atau telpon dengan Niko. Aku berusaha move on darinya. Mengisi hari-hari dengan berbagai kegiatan, mulai dari pekerjaan, hobi maupun kegiatan lainnya.
---
Tepat pukul 09.00 malam, notif chat masuk. Ku buka chat dari Niko.

“Besok aku pergi pukul 09.00 pagi. Aku tunggu kamu di bandara, mungkin untuk terakhir kalinya”
Aku hanya terdiam. Masih tak percaya kalau ini memang benar-benar terjadi. Kali ini aku tak menangis. Aku percaya bahwa Tuhan akan memberikan jalan yang terbaik untukku maupun Niko. Dari Niko, aku belajar ikhlas untuk melepas. Inilah arti cinta tak harus memiliki.

Keesokan harinya, pukul 07.00 aku pergi ke Bandara. Jarak rumahku ke Bandara tidak begitu jauh, hanya butuh waktu 15 menit. Sampai di Bandara, aku melihat Niko duduk di kursi ruang tunggu. Langkahku terhenti, aku menyiapkan mental. Mungkin ini adalah pertemuanku yang terakhir dengannya. Kutarik nafas dalam-dalam dan ku hembuskan perlahan. Kakiku mulai melangkah. Aku sampai dihadapan Niko yang sedang menunduk, entah apa yang ia pikirkan. Lalu dia menatapku, berdiri dan memelukku. Pelukan yang selama ini selalu membuatku nyaman namun kini menyakitkan.

Sekitar 1 jam kami bicara. Aku dan Niko sepakat untuk tetap berteman, awal pertemuan kami karena cinta dan diakhiri juga oleh cinta. Walaupun kami tak bersatu. Sudahlah, takdir Tuhan siapa yang bisa menentang? Kami sama-sama belajar untuk ikhlas.

Akhirnya Niko kini benar-benar harus pergi. Niko kembali memelukku, airmatanya mengalir, aku pun. Perpisahan ini memang menyakitkan, tapi mungkin inilah jalan yang terbaik. Sambil menangis Niko bilang “Aku sayang kamu”. Aku tak menjawab. Niko pun melepas pelukan dan pergi berlalu.
---
1 bulan berlalu…
Aku melihat “home” instagram, Niko update foto bersama seorang wanita diatas pelaminan. Dia menikah tepat dihari 6 tahun jika aku masih berpacaran dengannya. Aku memang sudah tak chattingan atau telponan lagi semenjak Niko kembali ke kampung halamannya, karena aku ingin Niko bisa melepasku dengan ikhlas dan menerima wanita yang telah dipilih ibunya. Aku hanya tersenyum melihat foto Niko. Ku genggam tangan Adit yang duduk disampingku. Ya, inilah laki-laki pengganti Niko. Dia menatapku dan tersenyum, akupun membalasnya. 3 bulan lagi kami akan menikah dan menetap di Singapura. Akan ku buka lembaran baru yang indah bersamanya.
Aku yakin, Niko dan Aku akan hidup bahagia dengan pasangan kami masing-masing.
Niko adalah patah hati terbaik selama hidupku.

4 komentar:

  1. Uh so sad syekaliiiii

    BalasHapus
  2. Duh baper ah jadi inget yang dulu :(

    BalasHapus
  3. Mbakkk, udah lama gak main ke blog lu. Apa kabar? Masi idup kan mbak?

    Wkwkwkwk

    BalasHapus